Tuesday, July 24, 2012

KPS Pertama di Indonesia Dalam Pengolahan Air Minum

Menyediakan air minum bagi masyarakat memang menjadi tugas pemerintah. Namun dengan keterbatasan kemampuan terutama dari aspek pendanaan, maka ditempuh dengan cara menggandeng swasta untuk bermitra. Kemitraan dengan swasta dalam penyediaan air minum tergolong agak lambat karena kemitraan swasta dalam penyediaan infrastruktur lainnya seperti jalan tol dan energi sudah lama dilakukan.

Tetapi tidak ada kata terlambat, kalau memang hal ini sudah menjadi program yang harus dijalankan pemerintah bersama masyarakat. Bisnis air minum pada awalnya memang belum banyak diminati investor karena alasan yang bermacam-macam.  Seiring dengan perjalanan waktu dan tingkat kebutuhan yang mendesak, ternyata banyak swasta kini mulai tertarik untuk menggeluti bisnis penyediaan air  minum. Sebagai contoh apa yang dilakukan AETRA Air Tangerang yang kini sudah mulai mengoperasikan Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Kabupaten Tangerang. 
Menurut Kepala BPP SPAM  Kementerian Pekerjaan Umum, Ir. Rahmat Karnadi, ada beberapa hal yang membuat swasta mulai tertarik menekuni bisnis penyediaan air minum. Pertama, kebutuhan air minum bagi masyarakat sudah demikian tinggi konsumsinya sehingga menjanjikan jika dikelola melalui usaha penyediaan air minum yang efisien. Kedua, pemerintah telah memberikan dukungan, garansi/jaminan dan dorongan melalui berbagai peraturan yang kondusif untuk berinvestasi di sektor air minum.
Ketiga, peluang dan keuntungan bisa diperoleh investor dengan wajar. Masa konsesi yang diterima  AETRA Air Tangerang mencapai 25 tahun. Dalam waktu 7 tahun pertama  investor  bertekad mencapai target jumlah pelanggan sesuai kontrak yaitu  akan membuat sambungan kepada 70.000 pelanggan rumah tangga dan 300 titik sambungan untuk industri. 

Tender bebas diikuti 15 investor
Khusus mengenai proyek Instalasi Pengolahan Air (IPA) AETRA Air Tangerang, ujar Rahmat, pengadaannya dilakukan melalui tender secara bebas.  Tender ini diikuti 15 investor kemudian disaring hanya ada 4 investor yang memenuhi persyaratan teknis dan non teknis yang ditentukan pemerintah. Dari keempat investor ini, tambah Rahmat, ternyata AETRA yang memenangkan persaingan tersebut. Menurut Rahmat, kemenangan AETRA dalam tender tersebut antara lain mampu menawarkan tarif terendah dari pesaingnya.

Selain itu, AETRA Air Tangerang akan membangun proyek ini dalam masa 2 tahun secara bertahap dimana tahap I akan mengolah air 350 liter/detik yang diperoleh dari sungai Cisadane. IPA ini selesai pada akhir 2010 dan sambungan yang sudah terpasang mencapai 9.000 titik yang meliputi 5 kecamatan yaitu kecamatan Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja, Jayanti dan Sepatan. Lokasi IPA sendiri berada di kecamatan Sepatan yang konon pernah 2 kali terjangkit wabah muntaber akibat kelangkaan air  minum di daerah tersebut yang notabene dekat dengan Bandara Sukarno Hatta. 

Selanjutnya untuk tahap II dan III kini sedang dibangun dan akan mengolah suplai air sebanyak 550 /detik. Nah, apabila tahap II dan III selesai maka akan bisa memberikan suplay air bersih kepada 70.000 SR x 5 orang jadi 350.000 orang. Suplai air minum nonstop 24 jam dengan tekanan 0,8 bar dan siap minum. Tingkat kebocoran di produksi hanya 5 persen dan di jaringan 15 persen. Angka ini ujar Rahmat, masih aman.

Menurut Rahmat, IPA AETRA Air Tangerang ini memang bukan hanya bertujuan memenuhi suplai air minum kepada masyarakat dan industri, juga menekan atau membatasi pengambilan air tanah secara merajalela. Perlu diketahui, bahwa di 5 kecamatan tersebut kalau tidak dibatasi pola pengambilan air dengan cara suplai air minum dari IPA, maka akan semakin cepat dan besar intrusi air laut ke darat. Hal ini sangat membahayakan bagi lingkungan.

“Terus terang pengambilan air tanah yang dilakukan industri sudah membahayakan lingkungan dan korbannya tentu masyarakat sekitar yang seyogyanya bisa menikmati air tanah,” ungkapnya. Dengan kehadiran IPA AETRA Air Tangerang diharapkan pengambilan air tanah  bias dikendalikan dan lingkungan menjadi lebih aman.

Menyinggung soal tarif, menurut Rahmat memang sesuai daya bayar masyarakat, AETRA Air Tangerang menetapkan tarif untuk masyarakat hanya Rp 3.400 per m3 sedangkan untuk industri mencapai Rp 10.000 per m3. Tarif ini akan naik setiap dua tahun sekali sesuai kontrak KPS yang ditandatangani pihak pemerintah kabupaten dan investor.

Investor akan dijamin pemerintah
Iklim usaha yang diciptakan pemerintah dalam rangka menjaring minat investor sudah cukup kondusif. Terbukti sudah ketentuan dari pemerintah yang menjamin investasi swasta di sektor air minum. Lembaga yang dimaksud adalah PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII) dibawah Kementerian Keuangan.   Menurut Rahmat, penjaminan yang dilakukan PT. PII ternyata mendorong minat swasta lebih bergairah lagi menanamkan modalnya di pengusahaan air minum.

“Dulu memang belum ada penjaminan dari pemerintah untuk melindungi investasi swasta di proyek public private partnership. Namun sekarang investor sudah semakin yakin menanamkan modalnya karena uangnya dilindungi pemerintah melalui PT. PII,”  tegasnya. Ke depan sudah ada beberapa IPA yang kini sedang proses sign contract dan dalam waktu tak lama lagi akan segera direalisasikan pembangunan oleh mitra swasta di beberapa daerah.

Dengan investasi yang terlindungi, maka hal ini akan menambah daya tarik investor untuk merealisasikan proyek-proyek KPS-nya di masa depan. Untuk AETRA Air Tangerang sendiri memang belum termasuk dalam program penjaminan investasi oleh PT. PII, tetapi secara fakta di lapangan, mereka sudah mulai memproduksi air minum dan kini sudah bisa mengembalikan modalnya melalui penjualan air yang disuplay ke masyarakat dan industri.

Jadi menurut Rahmat, semakin cepat AETRA Air Tangerang merealisasikan jumlah sambungan sesuai kontrak, maka akan lebih menguntungkan mereka sendiri. Namun pemerintah tetap mendorong agar 70.000 titik sambungan ke penduduk harus sudah dibuat dalam waktu 7 tahun pertama. Sehingga AETRA Air per tahun harus mampu merealisasikan minimal 10.000 titik sambungan ke penduduk dan 300 titik sambungan ke industri.

Diakui, ketika AETRA Air Tangerang sudah bisa merealisasikan 70.000 sambungan ke masyarakat dan 300 titik ke industri maka keuntungan pemerintah adalah bisa memperluas coverage penyaluran air bersih sesuai kewajiban diprogramkan MDG. Sebab itu, pemerintah terus mengalokasi dananya melalui APBN untuk penyediaan air bersih bagi masyarakat.

Khusus untuk IPA AETRA Air Tangerang, menurut Rahmat, pemerintah sendiri tidak menyetorkan dana sepeser pun. Semua kegiatan proyek dan pendistribusian air ke masyarakat menjadi tanggung jawab investor sesuai kontrak. Semasa operasi hingga masa akhir konsesi tidak lepas dari pengawasan tim supervisi untuk menjaga sarana dan prasarana yang digunakan di IPA AETRA Air Tangerang, Hal ini dilakukan agar mutu dan jumlah suplai air ke masyarakat tetap terjamin. Di samping itu agar giliran IPA ini diserah terimakan kepada pemerintah pada masa berakhirnya kontrak masih berkondisi baik dan layak operasi.

Ke depan kalau memang pemerintah harus turut membantu swasta agar tarifnya nanti tidak terjangkau oleh masyarakat maka ada dukungan pemerintah (government support) sebesar maksimal 40 persen dalam pengusahaan air minum tersebut. “Saya kira pemerintah akan turut serta membantu swasta dengan kemampuan pendanaan yang dimiliki untuk mendorong swasta berinvestasi dalam penyediaan air minum di seluruh pelosok tanah air,” ungkapnya.

Ia yakin dengan dukungan pemerintah dan garansi atau penjaminan investasi air minum, maka ke depan bisa dipastikan banyak investor berduyun-duyun masuk ke bisnis ini. “Bisnis air minum nantinya akan lebih menarik dibandingkan membangun jalan tol, karena secara modal tidak bombastis dan bisa kembali dalam waktu lebih cepat,” tandasnya. 

Apalagi sudah ada beberapa peraturan perundangan yang mendukung secara penuh atas peran swasta dalam kemitraannya dengan pemerintah dalam penyediaan air minum. Tercatat, ujar Rahmat, AETRA Air Tangerang merupakan investor swasta pertama sejak diberlakukannya Perpres 67 tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, yang menjadi mitra pemerintah untuk  program KPS yang sedang digalakkan pemerintah dalam pengolahan air minum.

Sekilas PT AETRA Air Tangerang
Mitra pemerintah dalam pengolahan air minum yang satu ini terbilang punya kemampuan andal dalam pengolahan air minum. PT AETRA Air Tangerang (AAT) merupakan perusahaan air minum swasta pertama dengan produksi air kualitas siap minum yang melayani pelanggan domestik, rumah tangga dan industri. AAT mulai memproduksi air minum sejak Agustus 2011 dengan kapasitas 350 liter/detik. Tarif air minum yang diproduksi untuk pelanggan domestik/rumah tangga sebesar Rp 4,54/liter dan untuk industri sebesar Rp 13,2/liter. 

PT AAT merupakan perusahaan air minum yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh Acuatico Pte Ltd yang bermarkas di Singapura. AAT merupakan salah satu perusahaan swasta yang berpengalaman mengolah air bersih di Jakarta bagian timur melalui PT AETRA Air Jakarta (d.h Thames PAM Jaya).

Menurut Direktur Teknik PT AAT, Edy Hari Sasono, investasi air IPA di Tangerang ini bagi AETRA sudah sesuai dengan pengembangan bisnisnya khusus di pengolahan air minum. Nah, untuk peyediaan air minum di Tangerang ini merupakan peluang bagus yang difasilitasi Kementerian PU melalui BPPSPAM. Kemudian dilakukan tender secara bebas dengan peserta yang lulus verifikasi ada 4 investor.

Setelah dilakukan penyaringan calon investor, ujar Edy, Acuatico yang saat itu ikut tender dinyatakan sebagai pemenang tender. Diakui, mengapa Acuatico dinyatakan sebagai peme-nang, antara lain akan dapat mem-berikan layanan dengan syarat: kualitas air siap minum, pencapaian rasio pe-langgan domestik 70.730 dan 376 pe-langgan industri serta mampu menyiap-kan sistem produksi dan jaringan distribusi untuk kapasitas 900 liter/detik. Selain itu dari sisi tarif, terendah dari pesaing lainnya. Selain itu, Acuatico juga berani memberikan royalti paling tinggi kepada Pemda setempat.

Di samping itu, tegas Edy, AAT memiliki kemampuan teknis dalam bisnis IPA cukup lama dan sudah mengoperasikan IPA di Jakarta sejak belasan tahun lalu. “Saya kira kalau kita sudah punya kompetensi dalam bidang air minum, maka sudah sewajarnya pemerintah memberikan kepercayaan untuk hal yang sama di tempat yang berbeda,” ungkapnya.

Mengenai pemberian royalti yang cukup tinggi, memang secara bisnis tidak ada persoalan karena sudah ada perhitungan bisnisnya sendiri.

Diakui, untuk menjalankan bisnis IPA memang tidak sekedar proyek utilitas biasa, karena produksinya langsung dikonsumsi oleh masyarakat. Jadi tidak boleh ada gangguan pada kualitas maupun kuantitas air minum yang berakibat pada kurang lancarnya pelayanan distribusi ke masyarakat. “Saya akan konsisten dan terus menjaga agar suplai air minum ini akan terus berjalan nonstop tanpa berhenti.”

Dalam pengendalian proses produksi, AAT telah mempergunakan SCADA system yang berguna untuk memantau seluruh aktivitas operasi produksi guna menjamin hasil produksi seperti yang telah diterapkan baik kualitas maupun kuantitasnya.

Untuk mendukung kehandalan produksi dan distribusi air minum, AAT telah menyiapkan sumber daya listrik cadangan dari genset disamping suplai daya dari PLN. Genset tersebut mampu memenuhi 100% kebutuhan daya dalam proses produksi maupun distribusi air minum (1200 KVA pada fasilitas  intake, 2000 KVA pada fasilitas IPA, dan 1000 KVA pada fasilitas rumah pompa tekan).

Menyinggung besar investasi yang ditanamkan, menurut Edy cukup besar yaitu Rp 520 milyar. Secara konstruksi, proyek IPA bisa diselesaikan dalam 2 tahun dan langsung berproduksi untuk masyarakat. “Jadi memang bisnis air minum dapat dioperasikan lebih cepat dibandingkan dengan proyek infrastruktur lainnya yang butuh waktu relatif lebih lama terutama terkait dengan pembebasan lahan,” paparnya. Kalau proyek penyediaan dan pelayanan air minum bisa dengan segera dimanfaatkan masyarakat hasilnya.

Penerapan teknologi terkini
Sebagai pemain di bisnis pengolahan air minum AAT terus mengembangkan instalasi dengan menerapkan teknologi yang terbaru. Sebagaimana pada IPA di Tangerang. Menurut Edy, keunggulan IPA AETRA Air Tangerang antara lain: Teknologi produksi akan menghasilkan air siap minum sesuai standar PERMENKES No.907/MENKES/SK/VII/2002 dan WHO. Acuan ini mendorong AAT untuk membuat IPA dengan memanfaatkan teknologi terkini dari Degremont EPC Contractor air minum  terkemuka di dunia.

Selain itu, untuk mendapatkan kualitas layanan prima maka sistem jaringan pipa menggunakan Ductile Cast Iron Pipe (DCIP) dan HDPE (PE 100) yang bersertifikat food grade sehingga layak dan aman untuk air siap minum. Dalam produksinya IPA AAT ini menggunakan Backwash Recycling Process yang bisa menghemat air baku hingga 5 persen.

Untuk kelestarian lingkungan, maka limbah hasil pengolahan air minum tidak langsung dibuang ke sungai melainkan dilakukan proses pengeringan lumpur di sludge drying bed (Kolam pengering lumpur). Sedangkan filtrate (yang telah memenuhi persyaratan air limbah) hasil dari sludge drying bed akan dialirkan ke sungai Cirarap sehingga tidak akan memberi beban polutan ke sungai tersebut. Di sisi lain, AAT menerapkan Customer dan Billing system yang mutakhir (Customer Care & Billing Oracle):  Manajemen data kepelanggan pencatatan dan penagihan yang akurat dan efisien  serta manajemen kerja tindak lanjut keluhan pelanggan yang responsif, efektif dan efisien.   

Tarif cross subsidi
Keunikan bisnis pengolahan air terletak pada bagaimana investor harus bisa mengelola tarif dengan mengikuti prinsip keadilan dan keterjangkauan sesuai dengan Permendagri No. 23 Tahun 2006. Menurut Untung Suryadi, Commercial General Manager (GM) AAT, penentuan tarif untuk air minum sudah ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Bupati dengan pola cross subsidi. Manakala investor tidak mampu mengelolanya dengan baik maka jelas akan loss, karena air minum dengan tarif cross subsidi akan dipakai oleh semua kalangan baik yang mampu maupun kurang mampu.

Sesuai rencana penyelesaian IPA AAT ini akan diselesaikan dalam bebera-pa tahap disesuaikan dengan tingkat penyerapan yang ada. Pada awalnya dibagi dalam 3 tahap, namun di belakang hari ditempuh percepatan untuk memenuhi permintaan masyara-kat sehingga dari tiga tahap yang direncanakan dijadikan dua tahap saja.

Untuk tahap I  pihak AAT mengolah air minum kapasitas 350 liter/detik yang akan mampu melayani sedikitnya 22.000 pelanggan rumah tangga dan 136 pelanggan industri. Menurut Untung, diperkirakan konsum-si air minum dari sektor rumah tangga akan mencapai  21 m3 per bulan dan industri rata-rata 1300 m3/bulan. Sebenarnya, makin banyak masyarakat menggunakan air PAM maka akan menyelamatkan lingkung-an, karena penyedotan air tanah berkurang sehingga bahaya intrusi air laut bisa dihindari.
Dari sisi dukungan Pemda atau pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PU menurut Untung sangat besar terbukti pengoperasian IPA AAT ini sangat lancar. (Rakhidin)
Written by Danial.
Source: 
http://www.trenkonstruksi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=388:kps-pertama-di-indonesia-dalam-pengolahan-air-minum&catid=42:tren-proyek&Itemid=56

No comments:

Post a Comment